Jumat, 10 April 2009

Strategi Pemilu 2009

Masih bicara soal pemilu di Kabupaten Nunukan Provinsi KALTIM. Pemenangnya sudahpun diketahui beberapa kalangan melalui perhitungan cepat dari saksi-saksi parpol di TPS. Ada warga yang senang, sampai berpesta dikantor partainya. Ada juga yang kecewa karena hasil pemilu tidak seperti yang mereka harapkan, SALAH STRATEGI, itulah pokok permasalahan bagi partai yang gagal. Begitu juga dengan kader-kader Muhammadiyah yang ada diberbagai partai, Saya masih ingat ketika salah seorang Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Samarinda datang berkunjung ke Nunukan dalam acara Muhibah Ramadhan sewaktu tahun 2007 lalu. Beliau mengkritisi habis organisasi lain yang maksudnya adalah organisasi tersebut faktanya menghalang-halangi kepentingan Muhammadiyah. Jika seperti ini jadinya pasti tidak ada yang mau bertanggung jawab dengan seribu satu alasan, tapi mungkin akan menyalahkan orang lain, "sudah tradisi" kata rekan seperjuangan saya. Saya akui, sewaktu masih berada didalam lingkaran organisasi Muhammadiyah Nunukan, tidak banyak kader yang loyal kepada organisasinya dalam ukuran kepentingan politik, akui saja. Masalah politik benar-benar terbagi-bagi dengan partai lain, karena tidak adanya kaderisasi yang benar-benar mengarah atau istilah saya 'Brain-Washing' kepada kepentingan organisasi Muhammadiyah di Nunukan. Tidak ada kaderisasi atau tidak 'boleh' ada kaderisasi? Sewaktu saya masih aktif dipartai politik PK/PKS tahun 2003-2004, memang kaderisasi atau 'Brain-Washing' dinomor satukan. Sampai-sampai seorang teman yang aktif di Ahlu Sunnah sekaligus aktif di PK berbicara dengan saya bahwa dia disuruh pilih, apakah ikut pengkaderan Ahlu Sunnah atau pengkaderan PK? Hanya satu pengkaderan yang harus dia pilih dan keluar dari pengkaderan yang lain. Waktu itu dia memilih Ahlu Sunnah dan terpaksa berangkat ke Makassar, Sulawesi Selatan karena pilihannya.

Kemenangan telak PBB pada pemilu kali ini memang sudah diprediksikan banyak pihak, lebih-lebih lagi dengan aksi Nardi Azis sang menantu Bupati Nunukan Abdul Hafid Achmad yang memiliki strategi politik lumayan rapi. Bagaimana strateginya? Dari pantauan saya (kaya' helikopter saja) salah satu hal yang paling besar pengaruhnya adalah MEMELIHARA SUARA WARGA YANG MEMILIHNYA. Anda mungkin pernah menyaksikan beberapa orang sedang mengumpulkan dukungan dari warga yang memilih beliau melalui 'surat pernyataan dukungan' yang harus di isi dengan nomor KTP, nama, alamat dan tandatangan warga yang mendukungnya. Perkiraan saya, data-data dukungan tersebut dipelihara dan diusahakan masuk dalam Daftar Pemilih Tetap atau DPT Pemilu. Entah bagaimana caranya, tetapi setelah proses pendataan tersebut, muncul aksi selanjutnya dalam bentuk membagi-bagikan baju kaos bergambar dirinya, yang mendapat kaos tersebut hanya warga yang ikut mengisi dan menandatangani surat dukungan tersebut dan baju tersebut diberikan langsung oleh beliau sendiri. Berarti saya tidak dapat bajunya dong? Pemilu kali ini memang tidak pernah ada satu partai politik pun yang menawarkan saya baju partainya. Mungkin wajah saya ini sudah di cap oleh warga Nunukan sebagai kader PKS, padahal justru sebaliknya, saya tidak suka PKS. Sampai-sampai ada orang tua yang pernah menanyakan langsung kepada saya, "PKS calegnya siapa saja nak?" Bingung... tapi sok tau supaya gak malu-maluin saya jawab saja, "oh, nanti ada kader PKS yang ngasi bapak kalender yang ada foto calegnya ya, tunggu saja", setelah itu langsung tancap gas. Oke, kembali ke PBB. Iklan baleho dengan memanfaatkan popularitas sang mertua sebagai Bupati Nunukan lumayan membantu Nardi Azis menambah popularitas dirinya. Begitu juga dukungan Bupati Nunukan disetiap kampanye dan 'dialog' yang dilakukan PBB kepada warga, PBB pun menang di Nunukan. Tapi apakah strategi seperti itu bisa diterapkan dalam skala Nasional? Dan apakah ada hubungannya dengan banyaknya pemilih yang tiba-tiba tercoret dari DPT sehingga sosialisasi DPT tidak 'maksimal'? Apapun bisa terjadi didalam pemilu, bahkan sampai kepada yang tidak masuk akal sekalipun, karena yang bermain didalamnya sangat banyak.

Sekarang kita beralih ke pemilihan DPR atau skala Nasional. Isyu pertama tentu saja, ada apa dengan Golkar? Benar-benar bangkrut partai yang satu ini, kalah telak dari Partai Demokrat. Banyak faktor mantan juara Pemilu 2004 ini kalah, tapi yang paling menonjol adalah dengan tersedotnya suara Golkar ke Partai Gerindra dan Hanura. Prabowo dan Wiranto pada Pemilu tahun 2004 lalu adalah donatur dan pendukung Golkar, tetapi keduanya berhenti bekerjasama dari Golkar karena gagal menjadi Capres di konvensi Golkar. Hal lain yang membuat gagal partai Golkar adalah, sekali lagi, strategi politik yang menurut saya lumayan konyol. Contoh saja strategi penyusunan iklan kampanye di televisi yang tidak bisa membangun simpati dan keyakinan publik terhadap citra Golkar. Lihat saja iklan "Ingat Golkar, ingat..?" iklan ini sebenarnya untuk mengambil simpati pemilih pemuda atau remaja. Jujur saja, yang membuat konsep iklan tersebut lebih baik dipecat saja, hanya membuang-buang dana kampanye tanpa hasil positif. Iklan tersebut sama sekali tidak menampilkan citra Golkar untuk pembangunan bangsa Indonesia tapi justru membuat citra buruk dan korup bagi Golkar, karena memperlihatkan situasi mirip money politic yang membagi-bagikan hadiah. Padahal saat itu adalah dimana koruptor lagi diburu-buru dan mendapat citra paling buruk dan busuk. Ada lagi iklan Golkar dengan menampilkan foto slide Yusuf Kalla dan Surya Paloh, tidak ada salahnya memang, tetapi coba perhatikan wajah Surya Paloh dengan cambang, kumis dan jenggotnya, jujur saja apakah wajah seperti itu bisa populer? Saya akui Surya Paloh adalah orator yang bagus sekali, dengan logika dan refleks yang meyakinkan juga, tapi sekali lagi coba lihat cambang, kumis dan jenggotnya. Iklan tersebut saya tangkap sebagai sebuah ajakan Surya Paloh agar disandingkan menjadi Calon Wakil Presiden bagi Yusuf Kala jika menjadi Calon Presiden yang diusung Golkar, tapi beberapa kalangan memang tidak suka dengan Surya Paloh apalagi sikap politiknya yang tegas tapi sangar, tentu tidak populis. Iklan televisi ternyata tidak hanya menjadi alat kampanye partai politik tertentu, tetapi bisa juga menjadi kampanye negatif bagi sipemasang iklan, jika isinya tidak disusun sesuai kondisi, situasi serta tujuan yang benar dan tepat.

Selanjutnya tentu adalah Pemilihan Presiden Republik Indonesia yang ke tujuh, angka keramat ya. Disini anda sebagai pemilih harus aktif mendaftarkan diri ke kantor lurah didekat tempat tinggal anda, agar bisa ikut Pilpres tanggal 8 Juli 2009 nanti. Walaupun anda sudah pernah ikut Pemilu kemarin, jika tidak ingin menyesal nantinya, sebaiknya nama tersebut dijaga agar jangan sampai terhapus. Kordinasikan dengan partai politik yang dekat dengan anda, karena secara hukum parpol bisa mengajukan tuntutan resmi soal DPT yang lebih kuat daripada tuntutan perorangan. Parpol juga harus bekerjasama dengan warga, bisa saja simpati mereka terhadap parpol anda bertambah jika mendapat bantuan hukum soal DPT, sekaligus menjaga suara pemilih partai. Warga dan Parpol harus bekerjasama dalam pola yang saling menguntungkan tersebut, mulai dari kantor lurah, kepala RT, sampai ketempat-tempat pemungutan suara. Dan ingat, pendaftaran Pemilih oleh KPPS dikelurahan akan ditutup pada tanggal 20 April ini. Memilih Presiden yang tepat lebih banyak pengaruhnya terhadap kondisi dan situasi bangsa kita, anda pasti sudah merasakannya sendiri. Maka dari itu, pilihlah saya menjadi Presiden anda...!

Hehehe...
Nggak deh, yang terakhir itu cuma bercanda aja.

3 komentar:

  1. Sedikit tambahan dari info disana-sini. Masalah DPT dikatakan memang sudah diatur sedemikian rupa agar pemilih dari partai-partai tertentu saja yang bisa memilih. Data-data DPT telah dicocokkan dari data-data pendukung yang diambil dari lembaga-lembaga survei. Pemilih yang tidak memilih partai tertentu akan dihapus dari DPT oleh oknum ditingkat RT dan Lurah. Sebelum pemilu pun saya sudah memeriksa apakah isyu tersebut benar atau tidak, dan salah satu motifnya adalah, yang mendaftarkan warga menjadi pemilih di Pemilu 9 April kemarin hanya kepala RT yang diteruskan ke kantor Lurah. Sedangkan banyak kepala RT yang tidak datang langsung ke warganya untuk memeriksa kesiapan warga menjadi pemilih. Dari situlah pokok permasalahan DPT yang dikatakan 'carut-marut'.
    Permasalahan DPT ini juga ternyata dipelihara oleh oknum-oknum penguasa, begitu juga permasalahan Pemilu yang lain seperti kerusuhan, pemilu ulang, kekurangan logistik, dan lain-lain agar partai yang kalah sibuk mengurusi masalah-masalah tersebut dan tidak konsen dengan Pemilu Presiden. Lalu apakah ada hubungannya dengan sikap Partai Demokrat yang 'jual mahal' kepada Parpol lain yang mau berkoalisi? Karena Demokrat bisa saja mengusung anggotanya sendiri menjadi Capres dan Cawapres nanti. Jika Partai Demokrat berkoalisi dengan partai lain, maka mesin politik untuk Pilpres pun semakin kuat, tetapi jika menang maka kekuasaan pun harus dibagi-bagi dengan partai koalisi. Kenapa harus berbagi kekuasaan jika hal itu bisa didapatkan sendiri?

    BalasHapus
  2. Admin Blogger Nunukan24 April 2009 pukul 19.28

    Masalah DPT yang bermasalah kemarin gimana yah..???koq bisa terjadi yah..
    kalo dilihat permasalahannya rumit sekali dan tersusun sangat rapi,.NIKnya dobel loh..

    apakah masalah DPT (pemilih ganda) juga bisa dikatakan sebagai salah satu strategi caleg dalam memenangkan pemilu, ada juga caleg yang tidak memilki baliho dan alat peraga kampanye lainnya bisa menang di beberapa TPS.....

    thanks ya bung..
    sukses yah buat pemilu 2009

    BalasHapus
  3. Semua memang sudah diatur, dalam politik tidak ada ilmu tidak pasti atau kebetulan belaka. Semua harus direncanakan berlapis-lapis dan mengeksploitasi kelemahan semua pihak, tidak hanya pihak partai politik lawan, tapi juga kelemahan sistem termasuk sistem pengesahan DPT. Untuk melihat kelemahan DPT dimana saja sebenarnya mudah sekali, cukup melihat perbedaan sistem DPT tahun 2003 dan sistem DPT tahun 2008, siapa yang bisa MEMANFAATKAN kelemahan ini maka dialah yang menang.

    BalasHapus