Selasa, 20 Januari 2009

Strategi Operator Seluler


Tahun 2009 masuk dengan berbagai pembukaan yang lumayan mengejutkan. Terutama dari sisi Politik, wajar saja sebenarnya, karena politik memang sulit diperkirakan namun bagi politikus kelas kakap "segala hasil harus diantisipasi". Oke, sudah cukup intronya, intinya adalah tahun baru dengan semangat baru. Apa kabar dunia OpSel (Operator Seluler) kita di tahun 2009? Jawabannya adalah... LESU! Seperti seorang pecandu internet kekurang darah, mungkin karena tahun 2008 kemaren, darah opsel telah dihisap habis-habisan sama pemerintah dengan dagangan 3G mereka yang laku keras ibarat kacang goreng, tapi justru kacangnya kurang matang. Begitu juga dengan dituntutnya opsel raksasa indonesia untuk banting harga, opsel kita kalah dipengadilan dan harga nelpon jadi terjun bebas... Bayangkan aja, dahulu nelpon lokal sampe Rp.1.500,-/menit sekarang cuma Rp.300,-/menit. Namun, tidak hanya operator saja sebenarnya yang tidak 'beruntung' katakanlah, para penjual pulsa yang tumbuh pesat ibarat jamur dimusim hujan. Para pedagang pulsa dahulu bisa menjual pulsa nominal Rp.100.000,- hampir setiap hari, tapi sekarang justru nominal 100.000 yang paling tidak laku. Pendapatan pedagang pulsa pun menurun drastis, tapi tidak sampai terjun bebas seperti operatornya. Ngomong soal pedagang pulsa, ternyata banyak orang yang dulu pengangguran jadi sukses dengan jual pulsa, membuka lapangan kerja... Atau mungking 'lapangan usaha' cocoknya. Tapi aku belum pernah melihat toko pedagang pulsa itu tutup atau bangkrut, anehnya...

Tahun 2009 opsel kita sepertinya benar-benar memeras otaknya agar tetap mendapatkan untung, atau setidaknya tidak bangkrut dan gulung tikar. Kalau dahulu sistem perdagangan mereka mencari keuntungan dengan mengawal harga pulsa agar tetap tinggi. Dua opsel raksasa, Indosat dan Telkomsel yang memiliki pelanggan terbanyak, sama-sama memasang harga yang tinggi yang berlipat kali ganda keuntungan yang mereka peroleh. Sehingga pelanggan ibaratnya terpaksa atau mungkin 'dipaksa' membayar mahal tiap kali nelpon dan SMS. Sedangkan sekarang, ketika opsel-opsel baru kian banyak, maka strategi bisnis pun berubah. Sekarang yang lebih penting adalah bagaimana mempertahankan pelanggannya agar tidak selingkuh kelain opsel?. Ada yang mengotak-atik harga melalui durasinya, bayar perdetik atau bayar perjam, atau bayar pernelpon, tentu dengan syarat dan ketentuan. Begitu juga dengan pembagian kategori, pelanggan yang suka nelpon maka SMSnya mahal, sedangkan yang suka SMS maka nelponnya yang mahal. Pelanggan betul-betul dimanja dengan banyak pilihan, tujuannya sekali lagi mempertahankan pelanggan agar tidak selingkuh ke opsel lain, apalagi sampe 'cerai'!! Strategi lain justru agak sadis, 'membunuh' selingkuhan pelanggan, tentu saja untuk mempertahankan pelanggan juga. Jika opsel baru datang maka secepatny di buat bangkrut. Modusnya, memberikan pelanggan layanan GRATIS entah nelpon atau SMS, jauh dibawah harga opsel baru yang ingin kembali modal. Sehingga modal tidak kembali karena kalah bersaing di harga dan bangkrut.
Ketika saingan opsel baru telah tidak lagi 'menggombal' pelanggan opsel raksasa karena telah 'dimatikan', maka harga pulsa yang semula Gratis kembali di naikkan agar kembali menutupi hasil kerugian atau pengorbanan yang lalu. Namun opsel baru kita, katakanlah Axis, justru memainkan strategi bertahan dan menyerang yang cukup cerdas, terutama dalam hal Propaganda, wajar saja mungkin karena isyu yang berkembang Axis sudah berpengalaman tinggi di dunia opsel negara tetangga yaitu Malaysia, dengan 'alias' Maxis. Setahu saya, Maxis adalah opsel kedua terbesar di Malaysia setelah Celcom.

Para operator selular kita memang sulit berbisnis secara, katakanlah 'bermoral'. Karena pemilik saham-saham opsel di indonesia adalah orang-orang yang menganggap "business is business, nothing personal" bisnis adalah bisnis, tidak ada yang pribadi, tidak ada yang main hati. Padahal sebenarnya bisnis apapun itu, pasti didasari dengan pribadi, hati dan moral. Malah hal apapun itu, entah bisnis, politik, hukum, hobi, agama semuanya bermoral. Jika tidak bermoral, jadilah kita manusia-manusia yang tidak punya kepribadian, tidak punya hati dan tidak punya moral. Sayang sekali kita saat ini sulit menemukan pebisnis kakap yang bermoral, bukan karena menjadi pebisnis bermoral tidak bisa bersaing di dunia bisnis dan mendapat keuntungan yang besar. Tapi mungkin karena tingginya moral maka keuntungan dari bisnisnya tidak dimakan sendiri dan tidak egois, tapi dibagi-bagi kepada orang lain yang lebih membutuhkan daripada dirinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar